BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,
PENDEKATAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
A.
Tinjauan Pustaka
Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi
tanaman durian adalah sebagai berikut :
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Sub-divisi :
Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo :
Bombacales
Famili
: Bombacaceae
Genus :
Durian
Spesies
: Durio zibethinus Murr
Tanaman durian di habitat alami tumbuh
tahunan hingga mencapai ratusan tahun ( 200 tahun ). Pohonnya berkayu dapat
mencapai ketinggian 50 meter atau lebih, bercabang banyak dan membentuk tajuk (
kanopi) mirip kerucut atau segi tiga. Setiap percabangan tanaman durian tumbuh
mendatar atau tegak membentuk sudut 30˚
- 40˚ tergantung pada jenis atau varietasnya (Bernard, 2009 ). Bunga durian
bentuknya mirip mangkok yang tersusun dalam tangkai agak panjang berbentuk
dompolan. Setiap pohon durian berbunga sangat banyak mencapai 100 kuntum bunga.
Buah durian berbentuk bulat atau lonjong atau tidak teratur, ukurannya kecil
sampai besar, kulit berduri dan bagian dalam berongga atau beruang yang di
dalamnya berisi biji yang terbungkus oleh daging buah (Rukmana Rahmat,1996)
1.
Kandungan Gizi
Buah durian mempunyai kandungan gizi yang
cukup tinggi, seperti yang terletak pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram buah durian segar
No
|
Kandungan
|
Banyaknya
|
1.
|
Kalori
|
134,0
Kal
|
2.
|
Protein
|
2,5
gr
|
3.
|
Lemak
|
3,0
gr
|
4.
|
Karbohidrat
|
28,0
g
|
5.
|
Kalsium
|
7,4
mg
|
6.
|
Fosfor
|
44,0
mg
|
7.
|
Zat
Besi (Fe)
|
1,3
mg
|
8.
|
Vitamin
A
|
175,0
S.I
|
9.
|
Vitamin
B1
|
0,1
mg
|
10.
|
Vitamin
C
|
53,0
mg
|
11.
|
Air
|
65,0
g
|
Sumber : direktorat gizi depkes R.I ( 2012 )
2. Penyakit pada Buah Durian
a.
Penggerek Batang (Batocera
sp., Xyleutes sp.)
Hama ini
menyerang tanaman durian dengan cara membuat lubang pada batang, dahan, atau
ranting. Gejala serangan ditunjukkan dengan tanaman layu, daun kering dan
rontok akhirnya mati. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah sanitas
kebun serta memusnaskan bagian tanaman yang terserang. Pengendalian kimiawi
dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik berbahan aktif asefat,
metomil, atau metamedophos ke dalam lubang gerekan kemudian ditutup dengan
pasak kayu. Dapat pula menaburkan insektisida sistemik berbahan aktif
karbofuran dengan dosis 115-150 g/pohon. Interval 3 bulan sekali.
b.
Penggerek Buah (Tirathaha
sp., Dacus dorsalis)
Hama ini menyerang tanaman durian dengan cara membuat
lubang pada buah. Gejala serangan ditunjukkan dengan buah busuk berulat dan
akhirnya rontok. Secara biologi dapat dilakukan dengan aplikasi Beauveria
bassiana. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah sanitas kebun serta
memusnaskan buah durian yang terserang. Upaya pengendalian kimiawi dapat
dilakukan dengan aplikasi insektisida berbahan aktif sipermetrin, klospirifos,
profenofos, asefat, metomil, atau metamedophos. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk
pada kemasan. Lakukan penyemprotan 10 hari sekali mulai saat pembentukan buah.
c.
Kutu Putih (Pseudococus
sp.)
Kutu putih berbentuk bulat dan berwarna kehijauan,
seluruh tubuhnya diselumuti lapisan lilin berwarna putih. Hama ini menyerang
tanaman durian dengan cara menghisap cairan daun dan menyelubungi buah durian.
Serangan pada bunga menyebabkan kerontokan. Kotorannya sangat manis sehingga
mengundang semut serta berpotensi menimbulkan penyakit embun jelaga.
Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif abamektin,
tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau
lamdasihalotrin. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
d.
Ulat Daun (Papilia sp.,
Setora sp., Lymatria sp.)
Hama tersebut menyerang tanaman durian dengan cara
memakan daun hingga berlubang dan rusak. Secara biologi dapat dilakukan dengan
aplikasi Beauveria bassiana. Upaya pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan
aplikasi insektisida berbahan aktif sipermetrin, klospirifos, profenofos,
asefat, metomil, atau metamedophos. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada
kemasan. Lakukan penyemprotan 7 hari sekali pada saat ulat baru menetas.
e.
Fusarium sp.
Penyakit ini merupakan patogen tular tanah dan sangat
berpotensi mematikan tanaman. Tanaman terserang menunjukkan gejala layu, jika
dibelah, pada bagian korteks akan tampak warna coklat dan pada bagian yang
berkayu akan tampak warna merah muda dengan bercak coklat. Tanaman yang
terserang dimusnahkan dan dibakar serta bekas lubang tanam ditaburi kapur.
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah mengatur kelembaban tanah, terutama
menghindari adanya genangan air di areal pertanaman durian. Secara biologi
dapat diberikan trichoderma atau Gliocladium pada saat persiapan lahan, dan
pengocoran rutin 2 minggu sekali. Dapat juga dilakukan dengan pengocoran
pestisida organik pada tanah, misal wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada
kemasan.
5. Hasil penelitian sebelumnya
B.
Pendekatan Teori
1. Konsep Tataniaga
Menurut
Kotler tahun 2002, Pemasaran adalah suatu proses sosial
yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Lembaga tataniaga menurut Hanafiah dan Saefuddin
(2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang
menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari
produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan
produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga
adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga
berupa marjin tataniaga.
f. Saluran
Tataniaga
Menurut Kotler (1997),
saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan
bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke
konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat
beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Saluran
tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Penyaluran Langsung
Saluran tataniaga seperti ini disebut juga
saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini,
produk langsung disalurkan ke konsumen.
b. Penyaluran
Semi Langsung
Saluran tataniaga ini disebut juga saluran
tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara.
Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer.
c. Penyaluran
Tidak Langsung
Sistem saluran seperti ini disebut juga
saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang
besar dan pedagang pengecer.
Menurut Hanafiah dan
Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung pada :
a.
Jarak antara produsen dan konsumen,
semakin jauh, jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran
tataniaga yang terjadi.
b.
Skala produksi, semakin kecil skala
produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang
perantara dalam penyalurannya,
c.
Cepat tidaknya produk rusak, produk yang
mudah rusak menghendaki saluran
pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen.
d. Posisi keuangan pengusaha, pedagang yang
posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran
dan memperpendek saluran pemasaran.
g. Pola
dan Lembaga Tataniaga
Lembaga tataniaga adalah
suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan
barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen
memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian
kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu,
tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga.
Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap
suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu:
a. Berdasarkan
fungsi yang dilakukan :
1) Lembaga
tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan
lembaga perantara lainnya.
2) Lembaga
tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan
penyimpanan.
3) Lembaga
tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi
pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.
b. Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang :
1) Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki
barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul,
dan lain-lain.
2) Lembaga
tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti
agen, broker, lembaga pelelangan, dan lain-lain.
3) Lembaga
tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan
seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan.
c. Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar :
1) Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti
pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.
2) Lembaga
tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih.
3) Lembaga
tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain.
4) Lembaga
tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro, dan
lain-lain.
d. Berdasarkan bentuk usahanya :
1) Berbadan hukum seperti perseroan terbatas,
firma dan koperasi.
2) Tidak
berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan
sebagainya.
Ada perbedaan antara
barang konsumsi dan barang industri dalam penyaluran barang konsumsi yang
ditujukan untuk konsumen (Swasta dan Irawan, 2001). Pola penyaluran barang
tersebut ada 5, yaitu:
1) Produsen
– Konsumen
2) Produsen
– Pengecer – Konsumen
3) Produsen
– Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
4) Produsen
– Agen – Pengecer – Konsumen
5) Produsen
– Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Pola tataniaga tersebut
akan mengeluarkan niaya sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki untuk
melakukan fungsi tataniaga yang menyebabkan biaya dan keuntungan tataniaga
menjadi berbeda pada tingkat lembaga tataniaga. Pola tataniaga yang semakin
pendek, maka bagian harga yang diterima pengrajin akna semakin besar. Panjang pendeknya pola
tataniaga maka besarnya margin tataniaga yang diberikan pada suatu komoditas
akan rendah.
h. Analisis
Margin, dan Keuntungan Tataniaga
Marjin tataniaga ini terdiri dari
dua komponen yaitu besarnya biaya pemasaran (marketing cost) dan
keuntungan pemasaran (marketing profit). Setiap lembaga tataniaga yang
terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan
atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan
tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan
keuntungan maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan
meminimumkan pengorbanannya.
Perbedaan harga jual dari lembaga
yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan
karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga
tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen
sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas
tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh
konsumen. Menurut Sudiyono (2001), besarnya margin tataniga secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut :
M = HK – Hp
Keterangan
:
M = Margin
HK = Harga di Tingkat Konsumen
Hp = Harga di Tingkat Produsen
Perbedaan harga yang terjadi
antara lembaga tataniaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran
tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Lembaga
tataniaga selain mengeluarkan biaya, juga menarik keuntungan sebagai balas
jasanya. Keuntugan yang didapat setiap lembaga tataniaga dapat dihitung dari
selesih margin tataniaga dengan biaya dan
dapat dinyatakan :
π = M- B
Keterangan
:
M = Margin tataniaga
B = Biaya tataniaga
π = Keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga.
i.
Bagian Harga yang Diterima Produsen
Tingginya
biaya tataniaga juga berpengaruh terhadap harga yang diterima ditingkat di
tingkat produsen. Besarnya harga yang diterima pengrajin (%) dari harga
konsumen adalah :
Bp :
x
100 %
Keterangan
:
Bp = Besarnya harga yang diterima
prosusen
Hp = Harga Produsen
Hk = Harga Konsumen
j.
Efisiensi Tataniaga
Kegiatan Pemasaran agribisnis meliputi
a) Pengumpulan komoditi ditingkat petani (tersebar pada
daerah yang cukup luas)
b) Kemasan komoditi
c) Transportasi
d) Pengolahan
e) Distribusi (wholesaling dan retailing)
Terjadi efisiensi – bila semua aspek itu dilakukan
dengan biaya minimum. Sistem pemasaran agribisnis efisien, bila telah mampu
meneruskan permintaan kepada petani/ produsen dengan wajar dan supply
dari produsen kepada konsumen. Apakah sistem pemasaran dapat meneruskan informasi
harga, kuantitas dan kualitas komoditi ke produsen dan sebaliknya.
Jika “harga yang
layak” adalah rambu-rambu kepada petani, pedagang perantara dan konsumen.
Efisien artinya juga bahwa
manfaat komoditi itu dinikmati oleh semua pelaku agribisns.
Menurut Sheperd dalam Soekartawi
(1989), efisiensi tataniaga adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai
produk yang dipasarkan, atau dapat dirumuska :
EPs :
x
100 %
Keterangan
:
EPs = Besarnya harga yang diterima prosusen
Hp = Harga Produsen
Hk = Harga Konsumen
k.
Analisis Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas
transmisi harga digunakan untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan
harga di tingkat pengecer dengan persentase perubahan harga di tingkat
produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang
dibayarkan konsumen akhir ditransmisikan kepada produsen. Elastisitas transmisi
harga adalah
analisis yang menggambarkan sejauh mana dampak perubahan harga suatu barang
disatu tingkat pasar terhadap perubahan harga barang itu di tenpat/tingkat
pasar lainnya (Hasyim, 1994).
Rumus elastisitas transmisi harga adalah :
n =
dPr/dPf . Pf/Pr
Keterangan :
n : elastisitas transmisi
harga
Pr : harga di tingkat konsumen
Pf
: harga di tingkat petani produsen
d Pr
: perubahan harga di tingkat konsumen
d Pf :
perubahan harga di tingkat produsen
Elastisitas
harga dapat juga dicari dengan menggunakan logaritma dari fungsi (Azzaino,
1982) :
Pf = a + Pr n
ln Pf = ln a + n ln Pr
Kriteria pengukuran yang digunakan pada
analisis transmisi harga adalah (Hasyim, 1994) :
a.
Jika Et = 1, berarti laju perubahan harga
di tingkat konsumen sama dengan laju perubahan harga ditingkat produsen. Hal
ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku tataniaga adalah
bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi sudah efisien.
b.
Jika Et < 1, berarti laju perubahan
harga di tingkat konsumen lebih kecil dibanding dengan laju perubahan harga di
tingkat produsen. Keadaan ini bermakna bahwa pemasaran yang berlaku belum
efisien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga adalah bersaing tidak
sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopsoni atau oligopoli.
c.
Jika Et
> 1, maka laju perubahan harga di tingkat produsen. Pasar yang dihadapi oleh
seluruh pelaku pasar adalah pelaku tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan
monopoli dan oligopoli dalam sistem pemasaran tersebut serta sistem pemasaran
yang berlaku belum efisien.
Dengan
diketahui besaran elastisitas transmisi harga, maka dapat diketahui pula besar
perubahan nisbi harga di tingkat pengecer (dPr/Pr) dan perubahan harga di
tingkat petani (dPf/Pf), sehingga dengan diketahuinya hubungan ini diharapkan adanya
informasi pasar tentang :
a. Kemungkinan
adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan memperbaiki ‘market
transperency’.
b.
Keseimbangan penawaran dan permintaan
antara petani dengan pedagang, sehingga dapat mencegah fluktuasi yang
berlebihan.
c.
Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah
mengabaikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal.
d.
Kemungkinan pengurangan resiko produksi
dan pemasaran sehingga dapat mengurangi kerugian.
B.
HIPOTESIS
1. Besarnya biaya,
pendapatan dan keuntungan petani buah durian di Desa Purworejo, Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang sudah layak.
2. Efisiensi tataniaga
buah durian ditinjau
dari analisis margin
pemasaran, integrasi pasar dan elastisitas tranmisi harga di Desa Purworejo,
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang Sudah layak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar