Jumat, 06 Desember 2013

Metopen ku bab II :)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, PENDEKATAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A.    Tinjauan Pustaka
   Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut :
Kingdom              : Plantae
Divisi                    : Spermatophyta
Sub-divisi             : Angiospermae
Kelas                    : Dicotyledonae
Ordo                     : Bombacales
Famili                   : Bombacaceae
Genus                   : Durian
Spesies                 : Durio zibethinus Murr
Tanaman durian di habitat alami tumbuh tahunan hingga mencapai ratusan tahun ( 200 tahun ). Pohonnya berkayu dapat mencapai ketinggian 50 meter atau lebih, bercabang banyak dan membentuk tajuk ( kanopi) mirip kerucut atau segi tiga. Setiap percabangan tanaman durian tumbuh mendatar atau tegak membentuk sudut  30˚ - 40˚ tergantung pada jenis atau varietasnya (Bernard, 2009 ). Bunga durian bentuknya mirip mangkok yang tersusun dalam tangkai agak panjang berbentuk dompolan. Setiap pohon durian berbunga sangat banyak mencapai 100 kuntum bunga. Buah durian berbentuk bulat atau lonjong atau tidak teratur, ukurannya kecil sampai besar, kulit berduri dan bagian dalam berongga atau beruang yang di dalamnya berisi biji yang terbungkus oleh daging buah (Rukmana Rahmat,1996)
1.    Kandungan Gizi
                        Buah durian mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, seperti yang terletak pada tabel 1.


Tabel 1. Kandungan gizi dalam tiap 100 gram buah durian segar
No
Kandungan
Banyaknya
1.
Kalori
134,0 Kal
2.
Protein
2,5 gr
3.
Lemak
3,0 gr
4.
Karbohidrat
28,0 g
5.
Kalsium
7,4 mg
6.
Fosfor
44,0 mg
7.
Zat Besi (Fe)
1,3 mg
8.
Vitamin A
175,0 S.I
9.
Vitamin B1
0,1 mg
10.
Vitamin C
53,0 mg
11.
Air
65,0 g
Sumber : direktorat gizi depkes R.I ( 2012 )

2.      Penyakit pada Buah Durian
a.    Penggerek Batang (Batocera sp., Xyleutes sp.)
        Hama ini menyerang tanaman durian dengan cara membuat lubang pada batang, dahan, atau ranting. Gejala serangan ditunjukkan dengan tanaman layu, daun kering dan rontok akhirnya mati. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah sanitas kebun serta memusnaskan bagian tanaman yang terserang. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik berbahan aktif asefat, metomil, atau metamedophos ke dalam lubang gerekan kemudian ditutup dengan pasak kayu. Dapat pula menaburkan insektisida sistemik berbahan aktif karbofuran dengan dosis 115-150 g/pohon. Interval 3 bulan sekali.
b.      Penggerek Buah (Tirathaha sp., Dacus dorsalis)
          Hama ini menyerang tanaman durian dengan cara membuat lubang pada buah. Gejala serangan ditunjukkan dengan buah busuk berulat dan akhirnya rontok. Secara biologi dapat dilakukan dengan aplikasi Beauveria bassiana. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah sanitas kebun serta memusnaskan buah durian yang terserang. Upaya pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida berbahan aktif sipermetrin, klospirifos, profenofos, asefat, metomil, atau metamedophos. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Lakukan penyemprotan 10 hari sekali mulai saat pembentukan buah.
c.       Kutu Putih (Pseudococus sp.)
          Kutu putih berbentuk bulat dan berwarna kehijauan, seluruh tubuhnya diselumuti lapisan lilin berwarna putih. Hama ini menyerang tanaman durian dengan cara menghisap cairan daun dan menyelubungi buah durian. Serangan pada bunga menyebabkan kerontokan. Kotorannya sangat manis sehingga mengundang semut serta berpotensi menimbulkan penyakit embun jelaga. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid, asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan.
d.      Ulat Daun (Papilia sp., Setora sp., Lymatria sp.)
          Hama tersebut menyerang tanaman durian dengan cara memakan daun hingga berlubang dan rusak. Secara biologi dapat dilakukan dengan aplikasi Beauveria bassiana. Upaya pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan aplikasi insektisida berbahan aktif sipermetrin, klospirifos, profenofos, asefat, metomil, atau metamedophos. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. Lakukan penyemprotan 7 hari sekali pada saat ulat baru menetas.
e.       Fusarium sp.
          Penyakit ini merupakan patogen tular tanah dan sangat berpotensi mematikan tanaman. Tanaman terserang menunjukkan gejala layu, jika dibelah, pada bagian korteks akan tampak warna coklat dan pada bagian yang berkayu akan tampak warna merah muda dengan bercak coklat. Tanaman yang terserang dimusnahkan dan dibakar serta bekas lubang tanam ditaburi kapur. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah mengatur kelembaban tanah, terutama menghindari adanya genangan air di areal pertanaman durian. Secara biologi dapat diberikan trichoderma atau Gliocladium pada saat persiapan lahan, dan pengocoran rutin 2 minggu sekali. Dapat juga dilakukan dengan pengocoran pestisida organik pada tanah, misal wonderfat dengan dosis sesuai anjuran pada kemasan.
5. Hasil penelitian sebelumnya
B. Pendekatan Teori
1.  Konsep Tataniaga
               Menurut Kotler tahun 2002, Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
               Lembaga tataniaga menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga.
f.       Saluran Tataniaga
                        Menurut Kotler (1997), saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling bergantung dan bekerjasama dalam proses (usaha) menyampaikan barang atau jasa dari produsen ke konsumen sehingga siap digunakan atau dikonsumsi, yang didalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. Saluran tataniaga pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a.        Penyaluran Langsung
      Saluran tataniaga seperti ini disebut juga saluran tataniaga nol tingkat, karena tidak ada perantara dalam sistem ini, produk langsung disalurkan ke konsumen.



b.      Penyaluran Semi Langsung
      Saluran tataniaga ini disebut juga saluran tataniaga satu tingkat, karena dalam sistem ini terdapat satu perantara. Biasanya yang bertindak sebagai perantara adalah para pedagang pengecer.
c.       Penyaluran Tidak Langsung
      Sistem saluran seperti ini disebut juga saluran pemasaran dua tingkat, dimana terdapat dua perantara yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer.
                        Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung pada :
a.        Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh, jarak antara produsen dan konsumen, maka makin panjang saluran tataniaga yang terjadi.
b.        Skala produksi, semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya,
c.        Cepat tidaknya produk rusak, produk yang mudah rusak menghendaki saluran  pemasaran yang pendek, karena harus segera diterima konsumen.
d.        Posisi keuangan pengusaha, pedagang yang posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran.
g.      Pola dan Lembaga Tataniaga
                        Lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu:
a.       Berdasarkan fungsi yang dilakukan :
1)      Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.
2)      Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan.
3)      Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.
b.       Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang :
1)       Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul, dan lain-lain.
2)      Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dan lain-lain.
3)      Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan, dan perkreditan.
c.        Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar :
1)       Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.
2)      Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih.
3)      Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain.
4)      Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro, dan lain-lain.
d.       Berdasarkan bentuk usahanya :
1)       Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.
2)      Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak, dan sebagainya.
                        Ada perbedaan antara barang konsumsi dan barang industri dalam penyaluran barang konsumsi yang ditujukan untuk konsumen (Swasta dan Irawan, 2001). Pola penyaluran barang tersebut ada 5, yaitu:
1)      Produsen – Konsumen
2)      Produsen – Pengecer – Konsumen
3)      Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
4)      Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
5)      Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
                        Pola tataniaga tersebut akan mengeluarkan niaya sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki untuk melakukan fungsi tataniaga yang menyebabkan biaya dan keuntungan tataniaga menjadi berbeda pada tingkat lembaga tataniaga. Pola tataniaga yang semakin pendek, maka bagian harga yang diterima pengrajin akna  semakin besar. Panjang pendeknya pola tataniaga maka besarnya margin tataniaga yang diberikan pada suatu komoditas akan rendah.
h.      Analisis Margin, dan Keuntungan Tataniaga
               Marjin tataniaga ini terdiri dari dua komponen yaitu besarnya biaya pemasaran (marketing cost) dan keuntungan pemasaran (marketing profit). Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan meminimumkan pengorbanannya.
               Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Menurut Sudiyono (2001), besarnya margin tataniga  secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
M         = HK – Hp
Keterangan :
M         = Margin
HK      = Harga di Tingkat Konsumen
Hp       = Harga di Tingkat Produsen
               Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga tataniaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Lembaga tataniaga selain mengeluarkan biaya, juga menarik keuntungan sebagai balas jasanya. Keuntugan yang didapat setiap lembaga tataniaga dapat dihitung dari selesih margin tataniaga dengan biaya dan  dapat dinyatakan :
π = M- B
Keterangan :
M           = Margin tataniaga
B            = Biaya tataniaga
π = Keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga.
i.        Bagian Harga yang Diterima Produsen
           Tingginya biaya tataniaga juga berpengaruh terhadap harga yang diterima ditingkat di tingkat produsen. Besarnya harga yang diterima pengrajin (%) dari harga konsumen adalah :
Bp :  x 100 %
Keterangan :
Bp          = Besarnya harga yang diterima prosusen
Hp          = Harga Produsen
Hk          = Harga Konsumen
j.        Efisiensi Tataniaga
             Kegiatan Pemasaran agribisnis meliputi
a)      Pengumpulan komoditi ditingkat petani (tersebar pada daerah yang cukup luas)
b)      Kemasan komoditi
c)      Transportasi
d)     Pengolahan
e)      Distribusi (wholesaling dan retailing)
             Terjadi efisiensi – bila semua aspek itu dilakukan dengan biaya minimum. Sistem pemasaran agribisnis efisien, bila telah mampu meneruskan permintaan kepada petani/ produsen dengan wajar dan supply dari produsen kepada konsumen. Apakah sistem pemasaran dapat meneruskan informasi harga, kuantitas dan kualitas komoditi ke produsen dan sebaliknya. Jika “harga yang layak” adalah rambu-rambu kepada petani, pedagang perantara dan konsumen. Efisien artinya juga bahwa manfaat komoditi itu dinikmati oleh semua pelaku agribisns.
             Menurut Sheperd dalam Soekartawi (1989), efisiensi tataniaga adalah nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, atau dapat dirumuska :
EPs :  x 100 %
Keterangan :
EPs        = Besarnya harga yang diterima prosusen
Hp          = Harga Produsen
Hk          = Harga Konsumen
k.      Analisis Elastisitas Transmisi Harga
           Elastisitas transmisi harga digunakan untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan harga di tingkat pengecer dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayarkan konsumen akhir ditransmisikan kepada produsen. Elastisitas transmisi harga adalah analisis yang menggambarkan sejauh mana dampak perubahan harga suatu barang disatu tingkat pasar terhadap perubahan harga barang itu di tenpat/tingkat pasar lainnya (Hasyim, 1994).
Rumus elastisitas transmisi harga adalah :
n         = dPr/dPf . Pf/Pr
Keterangan :
n                      : elastisitas transmisi harga
Pr         : harga di tingkat konsumen
Pf         : harga di tingkat petani produsen
d Pr      : perubahan harga di tingkat konsumen
d Pf     : perubahan harga di tingkat produsen
                        Elastisitas harga dapat juga dicari dengan menggunakan logaritma dari fungsi (Azzaino, 1982) :
Pf = a + Pr n
ln Pf = ln a + n ln Pr
              Kriteria pengukuran yang digunakan pada analisis transmisi harga adalah (Hasyim, 1994) :
a.    Jika Et = 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen sama dengan laju perubahan harga ditingkat produsen. Hal ini berarti bahwa pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku tataniaga adalah bersaing sempurna, dan sistem tataniaga yang terjadi sudah efisien.
b.    Jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen lebih kecil dibanding dengan laju perubahan harga di tingkat produsen. Keadaan ini bermakna bahwa pemasaran yang berlaku belum efisien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku tataniaga adalah bersaing tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopsoni atau oligopoli.
c.     Jika Et > 1, maka laju perubahan harga di tingkat produsen. Pasar yang dihadapi oleh seluruh pelaku pasar adalah pelaku tidak sempurna, yaitu terdapat kekuatan monopoli dan oligopoli dalam sistem pemasaran tersebut serta sistem pemasaran yang berlaku belum efisien.
                        Dengan diketahui besaran elastisitas transmisi harga, maka dapat diketahui pula besar perubahan nisbi harga di tingkat pengecer (dPr/Pr) dan perubahan harga di tingkat petani (dPf/Pf), sehingga dengan diketahuinya hubungan ini diharapkan adanya informasi pasar tentang :
a.       Kemungkinan adanya peluang kompetisi yang efektif dengan jalan memperbaiki ‘market transperency’.
b.      Keseimbangan penawaran dan permintaan antara petani dengan pedagang, sehingga dapat mencegah fluktuasi yang berlebihan.
c.        Kemungkinan pengembangan pedagang antar daerah mengabaikan informasi perkembangan pasar nasional atau lokal.
d.      Kemungkinan pengurangan resiko produksi dan pemasaran sehingga dapat mengurangi kerugian.
 

B.     HIPOTESIS
1.    Besarnya biaya, pendapatan dan keuntungan petani buah durian di Desa Purworejo, Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang sudah layak.
2.    Efisiensi tataniaga buah durian  ditinjau dari  analisis margin pemasaran, integrasi pasar dan elastisitas tranmisi harga di Desa Purworejo, Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang Sudah layak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar